Sabtu, Oktober 26BANYUWANGINET
Shadow

Ragam Event Seni Budaya Selama Bulan Bung Karno di Banyuwangi

Ragam Event Seni Budaya Selama Bulan Bung Karno di Banyuwangi

BanyuwangiNet.com – Bulan Juni dikenal sebagai Bulan Bung Karno. Banyak momen penting terkait sang proklamator dan presiden pertama Indonesia, Sukarno di bulan ini.

Mulai dari Kelahiran Pancasila yang diperingati pada 1 Juni. Ulang tahun Bung Karno pada 6 Juni 1901, serta wafatnya beliau pada 21 Juni 1970.

“Bulan Juni adalah Bulan Bung Karno dan Pancasila. 1 Juni adalah Hari Lahir Pancasila, yang disampaikan rumusannya oleh Bung Karno di sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan. 1 Juni 1945 merupakan momen bersejarah, ketika dasar negara Pancasila disampaikan Bung Karno, sebuah fundamen penting bagi bangsa kita,” ujarnya.

Selain itu kata Ipuk, bulan Juni merupakan waktu Bung Karno dilahirkan, pada 6 Juni 1901. Bung Karno juga wafat pada 21 Juni 1970 di Jakarta, kemudian dimakamkan di Blitar.

Untuk mengisi Bulan Bung Karno, Banyuwangi telah mempersiapkan beragam event Banyuwangi Festival, utamanya seni dan budaya:

Festival Budaya Blambangan

Festival Budaya Blambangan diselenggarakan untuk memeriahkan hari lahir Pancasila. Festival ini digelar di Taman Blambangan, Kabupaten Banyuwangi selama sepakan, yakni pada 4-10 Juni 2023.

Festival Budaya Blambangan menampilkan muhibah kebudayaan dari sejumlah daerah. Yakni Banyuwangi, Situbondo, Lumajang, dan daerah-daerah lain di dalam dan luar Jatim.

Festival Budaya Blambangan digelar karena kebudayaan merupakan manifestasi dari upaya menjaga Pancasila. Lewat budaya, masyarakat saling mengenal satu sama lain. Budaya menjadi sarana mempersatukan bangsa, sebuah manifestasi dari sila ketiga Pancasila.

Festival Budaya Blambangan diisi dengan aneka kesenian dan pertunjukan budaya. Setiap harinya selama sepekan, puluhan penampil kesenian-budaya unjuk gigi menghibur para pengunjung.

Pemkab Banyuwangi berharap, sepekan Festival Budaya Blambangan tak hanya menghibur wisatawan. Namun juga membawa dampak peningkatan ekonomi bagi masyarakat sekitar. Dengan adanya festival yang meriah itu, warga bisa berjualan aneka produk UMKM. (*)

Festival Kitab Kuning

Festival Kitab Kuning diselenggarakan untuk menunjukkan kekayaan intelektual pondok pesantren di Kabupaten Banyuwangi. Festival ini digelar selama delapan hari mulai 10-17 Juni 2023.

Kitab kuning merupakan salah satu ciri khas pesantren. Tidak hanya menjadi referensi keilmuan bagi kalangan santri, kitab ini juga menjadi budaya dan bagian sejarah.

Interaksi kitab kuning dengan sejarah dan budaya bangsa inilah yang coba ditampilkan pada Festival Kitab Kuning. Dalam festival ini, dapat dilihat bagaimana kitab kuning menjadi sarana berinteraksi antarmasyarakat Banyuwangi. Hal ini tentu tak lepas dari status Banyuwangi yang memiliki puluhan pondok pesantren.

Festival Kitab Kuning berisi banyak rangkaian kegiatan seperti peluncuran kitab kuning karya kiai-kiai Banyuwangi, pameran, dan rangkaian ngaji kitab, bedah buku, dan diskusi.

Khazanah kitab kuning di Banyuwangi yang dipamerkan mulai dari manuskrip, cetakan tua, hingga cetakan baru. Fragmen sejarah soal kitab kuning umat Islam pesantren di Kabupaten Banyuwangi juga bisa dilihat di sana.

Deretan kitab itu antara lain Nadzam Aqidah karya KH Abdullah Faqih, Bayanul Mubhamat karya KH Harun Abdullah, Syair Nasehat karya KH Abbas Hasan, Syiir Safinah karya KH Dimyati Syafi’i, Syair Ulan Handadari karya KH Muhammad Zubairi, dan Tafsir Suratil Fatihah karya KH Suhaimi Rafiudin.

Karya-karya itu adalah kitab langka. Tak banyak kalangan mengetahuinya. Dengan meterbitkan ulang, Pemkab Banyuwangi ingin para muslim dapat merawat pemikiran para kiai. Selain itu, kehadiran kitab-kitab itu diharapkan akan menggugah semangat para santri untuk menulis. (*)

Festival Kebangsaan Selametan Bumi

Festival Kebangsaan Selametan Bumi adalah kegiatan yang digelar untuk merayakan keberagaman di Kabupaten Banyuwangi. Seluruh entis, suku, ras, dan agama ikut memeriahkan festival tahunan ini.

Festival ini digelar 22-24 Juni 2023. Wajah Banyuwangi yang plural diperlihatkan dalam setiap rangkaian kegiatan. Tujuan festival ini memang untuk merajut persatuan dan kerukunan dengan bingkai kebhinekaan.

Dalam festival ini, digelar juga selametan bumi sebagai wujud syukur masyarakat Banyuwangi akan limpahan berkah yang diberikan Tuhan.

Festival kebangsaan dihadiri berbagai etnis dan suku yang tinggal di Banyuwangi. Selain suku Osing yang merupakan penduduk asli, suku lain juga turut hadir. Seperti suku Jawa, Madura, Bali, Mandar-Bugis, Minang, Tionghoa, hingga Arab.

Tiap warga mengenakan pakaian adat masing-masing. Hal ini sekaligus melambangkan ekspresi diri tiap etnis di bumi Blambangan. Bukan hanya busana, keberagaman juga dipertontonkan melalui sajian tumpeng dalam selametan bumi. Tumpeng khas masing-masing suku ada dalam festival tersebut.

Terakhir, festival juga berisi pertunjukan budaya dari masing-masing etnis dan agama. Seluruh warga yang hadir akan terhibur dengan sajian kesenian lintas latar belakang. (*)

Sepekan di Kemiren

Desa Kemiren di Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi merupakan desa wisata adat. Warga di desa itu mayoritas berasal dari Suku Osing, suku asli Banyuwangi yang terkenal dengan berbagai filosofi budayanya.

Seperti namanya, Festival Sepekan di Kemiren mengajak para wisatawan untuk menghabiskan waktu seminggu penuh di desa wisata adat Kemiren. Di desa ini, wisatawan akan mengenal berbagai hal unik tentang Suku Osing.

Desa ini punya tradisi Gedhogan. Tradisi perayaan musim panen yang telah dijalankan secara turun temurun. Bentuk ritusnya adalah pertunjukan seni dengan memukulkan lesung dan alu, diiringi alunan angklung dan tabuhan gendang yang merdu.

Wisatawan juga akan melihat rumah-rumah adat Suku Osing yang unik dalam festival ini. Rumah Suku Osing berbahan kayu dengan bentuk yang khas. Warga pemilik rumah juga menyimpan batik-batik bersejarah di dalam toples. Suatu tradisi unik yang terlah berjalan puluhan atau bahkan ratusan tahun.

Selain itu, Desa Kemiren juga punya tradisi minum kopi. Wisatawan bisa belajar membuat kopi di desa wisata adat itu. Kopi dibuat dengan cara tradisional. Mulai dari proses penyangraian hingga penyajiannya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *