BanyuwangiNet.com – Tahun ini Festival Kitab Kuning Banyuwangi kembali digelar. Mengawali rangakain event yang digelar untuk melestarikan warisan budaya Banyuwangi itu, digelar Lomba Baca Kitab Rududu-Alamah, Kiai Raden Asnawi Kudus.
Kitab Rududu-Alamah merupakan kitab yang diangkat dari sebuah manuskrip surat yang ditemukan di koleksi kitab kuning peninggalan Kia Saleh Lateng Banyuwangi pada 2016 lalu.
Manuskri yang diperkirakan berusia satu abad tersebut, menjadi salah satu harta karun dari perpustakaan Kiai Saleh yang turut memperkaya khazanah Islam Nusantara.
Ketua Penyelenggara Festival Kitab Kuning Banyuwangi, Ayung Notonegoro, mengatakan lomba baca kitab Rududu-Alamah digelar pada 11-12 Juni mendatang.
Baca Juga: Dari Festival Kitab Kuning Banyuwangi 2022, Interaksi Budaya dan Sejarah Bangsa
“Untuk peserta umum hanya dibatasi usia maksimal 25 tahun. Tidak dibatasi gender, status, dan asal tempat,” kata Ayung, Senin (6/6/2023).
Untuk naskah Kitab Rududu-Alamah akan didapatkan setelah pendaftaran.
Tahun ini Festival Kitab Kuning Banyuwangi memasuki tahun kedua. Selain lomba Kitab Rududu-Alamah terdapat banyak event dalam rangkaiannya, mulai dari pameran kitab-kitab kuno, dan lainnya.
Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, kitab Kuning ini memiliki peran penting dalam pengajaran dan pemahaman agama Islam, serta menjadi penanda identitas budaya yang unik di Banyuwangi.
Di Banyuwangi Banyuwangi terdapat banyak pondok pesantren, dan merupakan salah satu daerah yang memiliki banyak pondok pesantren dengan usia banyak yang telah berusia ratusan tahun.
Berawal dari pesantren-pesantren itulah banyak tercipta kitab kuning yang ditulis para ulama Banyuwangi dan merupakan bagian dari sejarah bangsa.
Baca Juga: Festival Cokelat Banyuwangi, Mulai Edukasi Kakao hingga 1000 Cup Minuman Cokelat Gratis
Kisah dan cerita interaksi kitab kuning dan sejarah serta budaya bangsa itulah yang ditampilkan dalam festival Kitab Kuning Banyuwangi.
“Ini bagian sejarah Banyuwangi. Bagaimana kitab kuning berinteraksi dengan masyarakat dan memperkaya khazanah budaya dan sejarah,” terang Ipuk.
“Kitab Kuning tidak hanya sekadar teks agama, tetapi juga menjadi jendela untuk memahami kekayaan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu pemahaman yang mendalam terhadap isi Kitab Kuning perlu ditingkatkan sebagai upaya memperkuat identitas dan kearifan lokal kita,” tambah Bupati Ipuk.