Sabtu, Oktober 26BANYUWANGINET
Shadow

Tradisi Bubak Bumi Banyuwangi, Doa Bersama Sambut Musim Tanam

Tradisi Bubak Bumi Banyuwangi
Tradisi Bubak Bumi Banyuwangi.

BanyuwangiNet.com – Para petani di Banyuwangi memiliki tradisi Bubak Bumi, ritual doa bersama menyambut awal musim tanam.

Tradisi ini diikuti oleh 275 petani yang tergabung dalam Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA) se-Banyuwangi, biasanya digelar di Dam Karangdoro, Kecamatan Tegalsari, BanyuwangiRitual ini bukan hanya sebagai bentuk permohonan doa untuk kelancaran pertanian, tetapi juga sebagai sarana mempererat persaudaraan antar petani.

Bubak Bumi merupakan tradisi yang telah lama dilakukan para petani setiap kali memulai musim tanam. Para peserta membawa tumpeng sebagai bekal makanan untuk disantap bersama setelah prosesi doa selesai.

“Bubak Bumi adalah tradisinya para petani saat memulai masa tanam. Tidak hanya dilakukan di Dam besar seperti Dam Karangdoro ini, tetapi juga di Dam-Dam kecil lainnya,” ujar Pj. Sekretaris Daerah Banyuwangi, Guntur Priambodo.

Lebih dari 300 Pembalap Sepeda Ikuti Hubride 2024 di Banyuwangi

Menurut Guntur, Dam Karangdoro dipilih sebagai lokasi utama karena merupakan dam terbesar di Banyuwangi, yang mengairi 16.165 hektar sawah di sembilan kecamatan. Wilayah tersebut meliputi Tegalsari, Bangorejo, Pesanggaran, Siliragung, Cluring, Purwoharjo, Muncar, Gambiran, dan Tegaldlimo. Keberadaan dam ini sangat penting dalam menjaga produktivitas pertanian di kawasan tersebut.

“Dam Karangdoro ini melayani kebutuhan air pertanian di sembilan wilayah tersebut. Karenanya, keberadaan dam ini sangat vital, maka perlu kita jaga bersama baik debit airnya maupun kebersihannya,” tambah Guntur.

Melihat Potensi Wisata Desa Paspan Banyuwangi

Guntur juga mengenang sejarah pembangunan Dam Karangdoro, yang dibangun pada tahun 1921 oleh pemerintah Hindia Belanda, dengan pimpinan proyek seorang insinyur Indonesia asli bernama Ir Sutedjo. Meskipun sempat rusak akibat banjir besar pada tahun 1929, yang dikenal dengan peristiwa “Belabur Senin Legi”, dam ini kembali dibangun pada tahun 1935 dan diresmikan pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942.

Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum (PU) Pengairan Banyuwangi, Riza Al Fahrobi, menjelaskan bahwa Dam Karangdoro mampu mengairi sawah terluas di Banyuwangi dan Jawa Timur. Operasional dan pemeliharaannya dilakukan bersama oleh Dinas PU Pengairan Banyuwangi, Balai Besar Brantas, dan PUSDA Wilayah Sungai Sampean Baru.

Prosesi Bubak Bumi ditutup dengan simbolis menuangkan dawet ke sungai, sebagai harapan agar air melimpah dan menyuburkan pertanian. Setelah itu, para petani bersama-sama menikmati 100 tumpeng sebagai ungkapan rasa syukur kepada Sang Pencipta. Tradisi ini menjadi cerminan kebersamaan dan harapan para petani untuk masa tanam yang sukses.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *