Sabtu, Oktober 26BANYUWANGINET
Shadow

Mocoan Lontar Yusup Banyuwangi, Tradisi Pembacaan Syair Sufistik Bernaskah Pegon

Mocoan Lontar Yusup Banyuwangi
Mocoan Lontar Yusup Banyuwangi.

BanyuwangiNet.com – Banyak tradisi masyarakat Suku Osing yang memiliki kekayaan intelektual, salah satunya Mocoan Lontar Yusup Banyuwangi.

Mocoan Lontar Yusuf Banyuwangi merupakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat suku Osing Banyuwangi berupa pembacaan lontar yang dalam arti masyarakat setempat berarti naskah.

Tradisi ini dilakukan suku Osing Banyuwangi dengan menembangkan syair-syair sufistik dalam berbahasa Jawa dan beraksara Pegon dengan latar kisah Nabi Yusuf Alaihi Salam.

Pegon merupakan aksara yang menggunakan tulisan Arab dan berbahasa Jawa.

Diakui tradisi Mocoan Lontar Yusuf Banyuwangi mulai tergerus zaman. Tak banyak orang yang masih melestarikan tradisi yang kerap dilakukan pada acara-acara penting dalam ritual adat. Seperti saat menjelang pernikahan, selamatan kampung atau lain sebagainya.

Banyuwangi Ethno Carnival 2023 Usung Tema The Magical of Ijen Geopark

Meski demikian banyak di Banyuwangi yang terus berupaya untuk melestarikan Mocoan Lontar Yusup. Salah satunya seperti yang dilakukan Pondok Pesantren Al-Kautsar, Kecamatan Srono, yang memberikan ekstra kurikuler pada santrinya Mocoan Lontar Yusup

“Kami membuat ekstrakulikuler mocoan Lontar Yusup untuk para santri, sebagai bentuk upaya memadukan antara konsep modern yang sudah kami kembangkan dengan tradisi lokal yang mengandung kearifan. Kami berharap nantinya akan lahir santri yang holistik,” ungkap Pengasuh PP Al-Kautsar, Gus Asadullah Nur Hamid Askandar.

Apa yang dilakukan oleh Pesantren Al-Kautsar tersebut mendapat apresiasi sejumlah pihak. Di antaranya dari Founder Komunitas Pegon Banyuwangi, Ayung Notonegoro.
Menurut Ayung upaya yang dilakukan oleh pesantren Al-Kautsar sebagai langkah konkrit dalam melestarikan tradisi peninggalan Walisongo dan para ulama terdahulu di Nusantara seperti halnya tradisi Mocoan Lontar Yusup Banyuwangi.

“Saya sangat mengapresiasi langkah Pesantren Al-Kautsar ini. Sebagai pesantren dengan sistem kurikulum modern, namun berani berinovasi turut melestarikan salah satu peninggalan Walisongo yakni Mocoan Lontar Yusup Banyuwangi,” ujarnya.

Mengenal Seni Rengganis Banyuwangi yang Ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda

Mocoan Lontar Yusup, imbuh Ayung, adalah salah satu medium dakwah yang pada awalnya dipergunakan untuk mengajarkan Islam ke masyarakat Nusantara salah satunya di Banyuwangi.

“Tradisi ngidung yang merupakan peninggalan pra-Islam dimodifikasi oleh para wali penyebar Islam menjadi beragam tembang. Kitab yang dibacanya pun berubah. Yang awalnya sarat dengan nilai-nilai pra-Islam, diubah dengan kisah-kisah Islami ataupun nilai-nilai yang sesuai dengan tauhid dan fiqih,” terang penulis buku Islam Blambangan itu.

Langkah progresif dari Pesantren Al-Kautsar itu, menurut Ayung, juga merupakan satu momentum penting dalam kembali menjembatani kalangan santri dengan seni tradisi. Selama ini, akibat dinamika politik pada masa kolonial dan berlanjut hingga Orde Lama, ada dikotomi antara santri dan tradisi.

“Selama ini mocoan ini dianggap hanya sebagai ritual tradisi semata. Para santri tak banyak yang tahu jika itu awalnya adalah medium dakwah yang syarat makna. Begitu pula kalangan pelaku tradisi tersebut, gagap menjelaskan tentang pemaknaannya. Hal ini kemudian menimbulkan dikotomi. Bahkan, di beberapa tempat sempat menimbulkan ketegangan,” jelentrehnya.

“Dengan langkah dari Al-Kautsar ini, menjadi momentum kebudayaan yang luar biasa. Bagaimana pesantren kembali bergumul mesra dengan tradisi yang selama ini telah terabaikan oleh kalangan santri,” imbuh penulis buku Manunggaling NU Ujung Timur Jawa itu.

Perlu diketahui, Pesantren Al-Kautsar ini merupakan lembaga pendidikan yang dirintis oleh KH. Nur Hamid Askandar. Dengan mengusung konsep modern, tidak hanya mengajarkan para santri ilmu Islam yang wasathiyah (moderat), namun juga dilengkapi dengan beragam skill. Di antaranya bahasa Asing (Arab dan Inggris), TOEFL yang dikeluarkan ITS Surabaya bagi lulusan SMA-nya. Selain itu, juga diadakan program khusus kurikulum internasional bagi Madrasah Tsanawiyah-nya yang bekerjasama dengan Universitas Negeri Malang.

Mocoan Lontar Yusup telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) 2019 oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI
Lontar Yusup sendiri berupa puisi tradisional yang terikat dalam aturan yang disebut pupuh. Total dalam Lontar Yusuf terdapat 12 Pupuh, 593 bait dan 4.366 larik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *