Sabtu, Oktober 26BANYUWANGINET
Shadow

Kembangkan Pertanian Terintegrasi, Petani Banyuwangi Kurangi Penggunaan Pupuk Kimia

Bupati Ipuk saat melihat proses pembuatan pupuk organik.
Bupati Ipuk saat melihat proses pembuatan pupuk organik.

BanyuwangiNet.com – Petani di Desa Temuguruh, Kecamatan Sempu, Banyuwangi, telah berhasil mengembangkan konsep pertanian terintegrasi (Integrated Farming System), yang memadukan tanaman pangan, peternakan, dan perikanan dalam satu lahan. Salah satu pelopor dari sistem ini adalah Nuryanto, yang memanfaatkan keterkaitan antara berbagai aspek pertanian untuk meningkatkan produktivitas dan keberlanjutan.

Nuryanto mengelola lahan seluas 7 hektar, di mana ia mengembangkan peternakan domba, budidaya ikan lele, tanaman padi, serta berbagai tanaman buah seperti durian dan manggis yang ditanam di pinggiran lahan. “Ini sudah saya kembangkan sejak tahun 2021.

Awalnya ya terpikir ingin beralih ke pertanian organik agar sawah saya terjaga kelestariannya. Supaya tidak terkena bahan kimia terus,” ujar Nuryanto saat dikunjungi Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani dalam kegiatan Bunga Desa (Bupati Ngantor di Desa) di Desa Gendoh, Temuguruh, dan Karangsari, Kecamatan Sempu, Senin (3/5/2024).

Baca Juga: Desa Karangsari Pusat Produksi Lontong di Banyuwangi

Untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia, Nuryanto memulai pembuatan pupuk organik secara mandiri. Dia memelihara sekitar 30 ekor domba dan memproses kotoran serta urine domba tersebut menjadi pupuk organik padat dan cair. Selain itu, air dari kolam ikan lele digunakan untuk membuat Photosynthetic Bacteria (PSB), yang dimanfaatkan sebagai nutrisi tanaman.

“Hasil prosesing limbah tersebut saya manfaatkan untuk pemupukan di sawah (tanaman padi), sehingga bisa mengurangi dosis pemakaian pupuk kimia, lebih hemat dan ramah lingkungan,” jelas Nuryanto.

Pupuk organik yang diproduksi Nuryanto kini juga dijual kepada petani hortikultura di sekitar desanya, yang semakin meningkatkan pendapatannya. “Sekarang permintaan semakin banyak. Rata-rata petani hortikultura di sekitar desa ini membeli pupuk organik dari saya. Ini menjadi tambahan penghasilan juga,” tambah Nuryanto.

Nuryanto juga menanam rumput gajah untuk pakan dombanya, sehingga menghemat waktu dan tenaga karena tidak perlu mencari rumput di tempat lain. Untuk memastikan stok pakan, ia membuat fermentasi dari rumput gajah yang bisa bertahan hingga tiga hari. “Saya tidak perlu mengambil rumput setiap hari,” ujarnya.

Setelah tiga tahun menerapkan konsep pertanian terintegrasi ini, Nuryanto mengaku kondisi lahannya menjadi semakin subur dan hasil panennya lebih baik. “Beras saya lebih enak dan pulen,” ungkapnya.

Baca Juga: Berbagai Program Peningkatan Kesejahteraan Lansia Banyuwangi

Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani yang mengunjungi lahan Nuryanto, berharap konsep ini dapat diterapkan oleh kelompok tani lainnya di Banyuwangi. “Ini contoh penerapan konsep pertanian yang berkelanjutan. Konsep pertanian terintegrasi seperti ini terbukti menguntungkan karena semua proses bertaninya saling berkaitan, antara tanaman pangan maupun peternakannya. Kalau bisa ilmunya ditularkan ke petani sekitar,” kata Ipuk.

Ipuk menambahkan bahwa konsep pertanian terpadu lebih ramah lingkungan dan mampu menekan biaya produksi. Oleh karena itu, Pemkab Banyuwangi terus mendorong pertanian terpadu ini dengan berbagai program pendampingan, transfer ilmu dan teknologi, serta pemberian stimulan peralatan seperti chopper rumput untuk memudahkan pembuatan pakan fermentasi.

Selain itu, Pemkab juga rutin memberikan bantuan pupuk organik cair (POC). Hingga saat ini, bantuan POC yang telah disalurkan sebanyak 466.636 liter atau setara dengan 83.524 hektar lahan pertanian.

Dengan dukungan yang terus diberikan oleh pemerintah daerah, diharapkan pertanian terintegrasi di Banyuwangi dapat terus berkembang dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi para petani dan lingkungan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *