Minggu, Oktober 27BANYUWANGINET
Shadow

Sungai Watch dan Banyuwangi Kolaborasi Bikin Bersih Sungai

Gary Bencheghib dan Sam Bencheghib, kakak-adik asal Perancis yang sempat viral karena aksinya membersihkan sampah Sungai Citarum, Jawa Barat, pada 2017 lalu, datang ke Banyuwangi. Kedatangan mereka bersama organisasinya, Sungai Watch, ke Banyuwangi, untuk berkolaborasi menjaga dan membersihkan sungai dari sampah.

BANYUWANGI – Gary Bencheghib dan Sam Bencheghib, kakak-adik asal Perancis yang sempat viral karena aksinya membersihkan sampah Sungai Citarum, Jawa Barat, pada 2017 lalu, datang ke Banyuwangi. Kedatangan mereka bersama organisasinya, Sungai Watch, ke Banyuwangi, untuk berkolaborasi menjaga dan membersihkan sungai dari sampah.

Pada 2017 lalu, Gary dan Sam mengarungi Sungai Citarum dengan dua kano yang terbuat dari plastik. Mereka menjelajahi sungai terpanjang di Jawa Barat itu selama dua pekan untuk membersihkan sampah. Aksi mereka mendapat apresiasi dari Presiden RI Joko Widodo.

Gary bersama timnya datang ke Banyuwangi menemui Bupati Ipuk Fiestiandani, Rabu petang (25/8/2021). Ditemani Kepala Dinas PU Pengairan Guntur Priambodo dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Chusnul Kotimah, mereka membahas kolaborasi untuk menjaga dan membersihkan sungai dari sampah.

Duo bersaudara itu juga sedang giat membersihkan sungai di Pulau Bali. Berawal dari membersihkan sampah plastik di pantai-pantai Bali, mereka lantas juga membersihkan sampah sungai. Mereka lalu mengajak anak-anak muda Bali untuk turut menjadi relawan penjaga sungai.

“Sampah di laut berasal dari sampah-sampah di sungai. Karena itu kami berinisiatif membersihkan sungai bersama anak-anak muda Bali. Banyak anak muda Bali yang bergabung bersama kami. Kini kami ingin melalukan hal serupa di Banyuwangi,” kata Gary.

Baca Juga:

Kenalkan! Kampung Mandar Pusat Kuliner Olahan Ikan di Banyuwangi

Hibriditas Kebudayaan Modal Besar Memajukan Daerah

Berbagai cara telah dilakukan Sungai Watch untuk membersihkan sampah di sungai. Telah berbagai proses mereka pelajari. Hingga akhirnya mereka menemukan teknik penghalang sampah dengan menggunakan tabung penghalang. Pada akhir 2020 mereka telah berhasil memasang 100 penghalang sampah di Bali. Mereka targetkan ada 1000 titik lagi.

Setiap jaring penghalang berpotensi menjaring sampah dari berbagai jenis. Tiap hari mereka bisa mengumpulkan sampah 200 kilogram. Bahkan ketika hujan bisa mencapai 1 ton sampah. Tidak hanya memasang penghalang sampah, mereka juga mendata dan menganalisis sampah-sampah utamanya sampah platik yang berasal dari sungai. Bahkan mereka juga mendata asal sampah plastik dari ratusan ribu brand perusahaan.

Sampah-sampah yang mereka dapatkan itu lalu mereka daur ulang menjadi berbagai produk. Mulai dari batako, paving, dan lainnya. Bahkan adik Gary, Sam, membuat sepatu daur ulang dari plastik. Sepatu itu telah dia coba dipakai lari di New York dan Los Angles.

“Sepatu daur ulang juga kuat. Kami berencana lari di Danau Toba menggunakan sepatu daur ulang ini,” kata Sam.

Di Bali, Sungai Watch menjaga kebersihan 300 sungai di Tabanan, Badung, dan Denpasar. Nola Monica Jeniya, Project Manager Sungai Watch, mengatakan, ketika timnya sudah berjalan dan masih ada sampah, mereka akan mempelajari di mana letak kesalahannya, dan akan mengulangi dari awal lagi.

Sementara itu, Bupati Ipuk sangat mengapresiasi aksi dari Gary bersama Sungai Watch. Bahkan Ipuk sebenarnya sudah lama ingin bertemu. “Saya sudah lama follow Instagram, Sungai Watch. Sejak lama saya ingin bertemu mereka. Ingin mendengar dan melihat langsung aksi mereka. Alhamdulilah, akhirnya kami bisa bertemu,” kata Ipuk.

“Kami akan tindak lanjuti hasil pertemuan ini. Dengan teknologi dan ide-ide kreatif, kita bisa menjaga sungai dan laut dari sampah,” tambah Ipuk.

Ipuk mengatakan di Banyuwangi berbagai lembaga yang bergerak di lingkungan hidup telah diajak kerja sama. Seperti NGO Systemiq yang melakukan pendampingan untuk penanganan sampah laut di Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi.

“Tentu dengan kehadiran Sungai Watch di Banyuwangi akan sangat membantu kami dalam menjaga eksosistem sungai dan laut Banyuwangi,” katanya.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Chusnul Khotimah mengatakan panjang sungai di Banyuwangi sekitar 175.400 meter. Beberapa di antaranya dimanfaatkan untuk budidaya ikan dan wisata.

“Bahkan, hari ini (Kamis 26/8/2021) kami sudah langsung meninjau Kali Lo untuk siap bersinergi dan berkolaborasi dengan Sungai Watch guna penanganan permasalahan sampah di sungai Banyuwangi,” tambah Guntur.

Selain Sungai Watch, NGO Systemic juga Bantu Pengelolaan Sampah

Organisasi non-pemerintah (non-governmental organization/NGO) dunia yang didanai pemerintah Norwegia dan institusi bisnis Borealis dari Austria, Systemiq, terus melakukan pendampingan penanganan sampah laut di Kecamatan Muncar, Banyuwangi. Program STOP yang dijalankan telah berjalan satu tahun dengan mendorong peningkatan kapasitas warga desa dalam masalah pengelolaan sampah.

Chief Delivery Officer STOP Project Systemiq Andre Kuncoroyekti mengatakan, pada tahun pertama ini penanganan sampah difokuskan pada Desa Tembokrejo, Muncar, karena desa tersebut telah memiliki Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Reduce, Reuse, Recycle (TPST 3R).

“Dari awal tujuan kami memang tidak bangun TPST, namun investasi peralatan untuk akselerasi TPST yang sudah ada agar lebih efisien. Selain juga kita lakukan pendampingan fisik dan non fisik,” kata Andre.

Dalam pengelolaan tersebut, Systemiq melibatkan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) sebagai pengelola sampah. Mereka dilatih mengoptimalkan sistem pengangkutan, pengumpulan hingga pengolahan sampah.

“Hasilnya, layanan pengumpulan sampah yang dijalankan BUMDes Tembokrejo kini telah mencakup 3.214 rumah, dari awal yang sebelum kami masuk hanya sekitar 400 rumah,” jelas Andre.

Andre mengaku senang karena warga merespons positif adanya pengangkutan sampah ini. Karena, menurut dia, problem sampah di Muncar sebenarnya tidak sekedar masalah perilaku.

“Namun lebih diakibatkan ketidakadaan sistem, seperti tidak adanya armada angkut. Jadi, membuang sampah ke laut itu sebenarnya karena terpaksa. Jadi, adanya 19 armada angkut sampah saat ini, bagi mereka adalah solusi,” kata Andre.

Di TPST Tembokrejo, sampah yang diangkut dari rumah warga lantas dipilah dan dikelola. Sampah organik dimanfaatkan untuk kompos dan budidaya larva lalat black soldier fly. Larva lalat jenis ini memiliki kemampuan mengurai sampah organik selain juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak.

Sementara yang nonorganik, dipilah sesuai jenisnya untuk dijual. Sejak April 2018 hingga Februari tahun ini, jumlah sampah nonorganik yang terjual mencapai 10,4 ton oleh 16 pengepul sampah.

Setelah berjalan satu tahun, Andre menyatakan, telah ada perubahan fisik sungai di dekat Pantai Satelit. Tumpukan sampah sudah tidak terlalu banyak, di pinggir-pinggir sungai juga tidak ada tumpukan sampah.

“Memang belum sepenuhnya sungai bebas sampah, karena fokusnya masih satu desa, namun mulai terasa hasilnya,” kata dia.

Pengelolaan sampah yang bagus ini, mampu mengerek pendapatan Bumdes. Dulu hanya Rp 3,7 juta per bulan, setelah kualitas pemilahan meningkat kini Bumdes bisa meraup Rp 10 juta dari penjualan sampah.

Untuk itu, pihaknya menargetkan bahwa akhir Maret 2019 ini sebanyak seratus persen dari 8.900 rumah di Tembokjero akan terlayani pengangkutan sampah.

“Saat ini sampah yang terangkut 2 ton/hari, di akhir Maret diperkirakan mencapai 10 ton/hari. Melihat manfaatnya, kami akan memperluas cakupan program ini, mengingat potensi sampah di Muncar per hari 47 ton/hari. Target kami 22 ribu kepala keluarga berpartisipasi ikut program angkut sampah ini hingga akhir 2019,” kata Andre.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Exit mobile version