Minggu, Oktober 27BANYUWANGINET
Shadow

Pengamat Politik: Penampilan Sugirah di Luar Perkiraan, Lebih Runtut dan Gunakan Bahasa Membumi

Ahmad Syauqi, menilai penampilan Sugirah di luar dugaan

BanyuwangiNet, Penampilan calon Wakil Bupati Banyuwangi, Sugirah, dalam debat publik, Sabtu (21/11) malam, di luar perkiraan.

“Yang menarik dalam debat tersebut adalah penampilan Sugirah. Beberapa hari sebelum debat, Sugirah banyak dibully di media sosial karena pembawaannya yang selama terkesan ndeso, menghadapi Gus Riza yang terkesan akademisi. Saya pribadi juga memprediksi Gus Riza bisa mengusai panggung, ternyata Sugirah mampu mengimbangi bahkan lebih unggul,” kata pengamat politik dan komunikasi, Ahmad Syauqi, Selasa (24/11).

Dalam debat itu, Direktur Media Sinergi Indonesia (MSI) tersebut mengatakan, pembawaan Sugirah yang sederhana mampu membawa  bahasa-bahasa yang mudah dipahami. Sementara Gus Riza lebih banyak menyerang dengan mengkritisi pemerintah dan program lawannya menggunakan bahasa yang akademis dan berbahasa asing.

“Ternyata gelar pendidikan tinggi tidak menjamin seseorang mampu mengelola diskusi yang lebih baik,” kata Owner Disca Research and Consultant itu.

Syauqi menjelaskan mempresentasikan bahasa itu tidak mudah. Kadang membuat bahasa dengan istilah yang unik dengan bahasa asing atau ilmiah memang mengesankan orang itu pandai, namun justru menjadikan bahasa itu sulit dipahami, seperti bahasa yang digunakan Gus Riza dalam debat tersebut.

Padahal dalam sebuah komunikasi bukan itu tujuannya. Tujuan komunikasi adalah bagaimana memahamkan orang terhadap apa yang kita bicarakan.

“Komunikator yang baik mampu membuat komunikasi yang bisa dipahami komunikan (penerima pesan). Kalau tidak bisa dipahami, ketinggian, orang justru tidak respect akhirnya,” kata Syauqi.

Sementara Sugirah dengan bahasa yang runtut, santun, dan menggunakan bahasa sehari-hari justru mudah dipahami.

IPK Calon PNS

Di luar penampilan kedua cawabup dalam debat publik tersebut, Syauqi juga mengritisi pernyataan Gus Riza yang mengkritik syarat IPK calon Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang tinggi.

Menurutnya tidak salah pemerintah memberikan standar yang tinggi. Ini bagian mendorong mahasiswa Banyuwangi untuk berusaha menjadi lebih baik lagi apabila ingin menjadi PNS.

“Tapi pekerjaan kan tidak hanya PNS, masih banyak ruang pekerjaan lainnya, ketika memang IPK-nya tidak memenuhi syarat. Harusnya ruang-ruang lain itulah yang ditawarkan menjadi solusi. Solusinya apa? Sekarang berapa sih kuotanya PNS. Kan cuma ratusan. Ketika persaingannya ketat itu wajar,” katanya.

Menurutnya dengan syarat IPK tinggi, pemerintah berharap bisa mendapat PNS yang lebih berdaya saing.

Pernyataan Gus Riza lainnya yang dikritisi Syauqi adalah, tidak melihat keadilan dalam political budgeting selama 10 tahun di pemerintahan saat ini. Syauqi sangat menyayangkan pernyataan tersebut dilontarkan Gus Riza dalam forum terbuka seperti debat publik.

Ini dikarenakan pasangan Gus Riza, Yusuf Widiyatmoko, adalah Wakil Bupati Banyuwangi saat ini selama 10 tahun.

“Sangat disayangkan kalau itu disampaikan dalam forum terbuka seperti debat publik terbuka. Karena mas Yusuf juga Wakil Bupati Banyuwangi selama 10 tahun. Kalau Gus Riza melontarkan seperti itu, publik melihatnya dengan berbagai penafsiran,” katanya.

Political budgeting merupakan kebijakan pemerintah dalam mendapat, mengelola, dan mengeluarkan anggaran berdasarkan sektor prioritas saat itu. Tentu itu berdasarkan kebijakan pemerintahan Abdullah Azwar Anas dan Yusuf Widiyatmoko.

“Berbicara pemerintahan, tidak bisa memisahkan bupati dan wakil bupati. Ketika Gus Riza menilai tidak melihat keadilan dalam political budgeting, maka wakil bupati selama 10 tahun yang saat ini menjadi calon bupati pasangannya juga masuk di dalamnya,” kata Syauqi.

Karena menurut Syauqi penyusunan anggaran pembangunan pemerintahan daerah disesuaikan dengan program prioritas sebagaimana visi misi yang disusun pemerintah daerah dalam hal ini bupati dan wakil bupati yang disetujui DPRD.

“Sebenarnya saya menilai penganggaran pemerintah saat ini telah memperhatikan sektor prirotas. Seperti pertanian, pendidikan, kesehatan, pariwisata,” jelasnya.

Bahkan seperti pariwisata yang digaungkan oleh pemerintah, justru nilainya jauh lebih kecil dibandingkan pertanian. Ini karena untuk pariwisata pemerintah mendorong penganggaran lebih banyak berdasarkan kemampuan secara mandiri.

“Orang melihat pariwisata seperti penyelenggaraan Banyuwangi Festival, menggunakan anggaran yang besar. Padahal anggarannya jauh lebih kecil dibandingkan pertanian. Ini hanya karena pariwisata lebih gebyar saja dibandingkan pertanian,” jelas alumnus Untag Banyuwangi tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Exit mobile version