Minggu, Oktober 27BANYUWANGINET
Shadow

Jejak Batik Banyuwangi, Kreasi Estektika dari Rakyat

Batik Banyuwangi
Hary Cahyo Purnomo di galeri batik Banyuwangi

BanyuwangiNet, Pewarnaannya berani dan tegas. Motifnya memiliki ciri khas. Itulah batik Banyuwangi.

Batik Banyuwangi masuk dalam koridor batik pesisir. Motifnya berasal dari apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan oleh rakyat. Bahan pewarna yang digunakan berasal dari pewarna alam dan dekat dengan mereka.

Hary Cahyo Purnomo, pemerhati batik Banyuwangi mengatakan, motif batik Banyuwangi memiliki ciri khas yang berbeda dengan daerah lainnya di kawasan Mataraman ataupun Bali yang dekat dengan Banyuwangi.

Menurut Hary, perbedaan motif batik Banyuwangi sangat mencolok, berbeda dengan unsur batik Mataram. Tidak seperti halnya dengan batik Madura, ataupun batik Ponorogo, Pacitan, dan Trenggalek yang tampak sekali pengaruh Mataram. Batik Banyuwangi juga tidak tampak dipengaruhi oleh batik Bali.

“Ini karena motif batik Banyuwangi berasal dari apa yang rakyat Blambangan, yang memang dikenal memiliki sifat heroisme,” kata Hary.

Sejak sekitar Abad 15, ketika masih dikuasai Kerajaan Blambangan, pakaian dengan sentuhan-sentuhan batik warna alam sudah mulai dikenal.

Batik Banyuwangi
Banyuwangi Batik Festival

“Sejak dulu, pewarna yang digunakan untuk batik merupakan pewarna alam. Motifnya menceritakan apa yang ada di masyarakat kala itu,” kata Hary.

Seperti motif Gajah Uling, dipercaya merupakan yang pertama motif batik Banyuwangi. Menurut Hary, Gajah Uling merupakan bentuk dari ujung tombak milik prajurit Blambangan.

Gajang Uling memiliki makna pengingat (oling/pangiling/iling) atas kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.

Bahkan, masyarakat Banyuwangi terutama Suku Using, meyakini batik dengan motif Gajah Uling dipercaya bisa menenangkan anak-anak bayi yang rewel atau menangis.

Perjalanan waktu, motif batik Banyuwangi mengalami perkembangan, namun tetap berdasarkan apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Muncullah motif batik seperti Kangkung Stingkes.

Sama seperti Gajah Uling, Kangkung Stingkes juga memiliki filosofi. Kangkung merupakan tanaman yang banyak dijumpai dan dikonsumsi oleh masyarakat Banyuwangi.

Sementara Setingkes, memiliki makna diringkes atau disatukan. Kangkung setingkes bermakna persatuan dan kesatuan warga Banyuwangi.

Selain itu, muncul motif-motif lain seperti Paras Gempal, dan lainnya.Menurut Hary berdasarkan motif, terdapat sekitar 22 motif pakem.

“Ini motif-motif yang sesuai pakem yang ada di Banyuwangi. Dari 22 motif kini berkembang menjadi 62. Dan motif-motif itu terus berkembang,” kata Hary.

Menurut Hary, motif batik Banyuwangi berkembang menuju motif-motif yang tidak berdasarkan pakem. Nantinya akan diarahkan, batik-batik yang bisa menggambarkan Banyuwangi. Ketika masyarakat melihat batik tersebut, sudah mengetahui asalnya.

“Jadi nanti bisa ada batik yang menggambarkan Kawah Ijen, Pulau Merah, atau wisata-wisata yang ada di Banyuwangi. Sehingga masyarakat langsung tahu, dari mana batik itu berasal,” kata Hary.

Baca Juga: Batik Kuno Banyuwangi, Selembar Seharga 1 Ekor Sapi

Galeri Batik Banyuwangi

Batik Banyuwangi
Galeri Batik Banyuwangi

Bagi wisatawan atau masyarakat yang ingin mencari oleh-oleh batik khas Banyuwangi, kini di pusat kota telah berdiri galeri batik, Sekar Jagad Blambangan. Galeri ini menjual beragam kain dan motif batik kreasi para pengrajin batik dari seluruh Banyuwangi.

Galeri pusat batik Banyuwangi ini letaknya cukup strategis, berada di jantung kota tepatnya di Jalan A Yani, depan kantor pemkab Banyuwangi. Dengan desain galeri yang hangat, belanja batik di galeri ini terasa menyenangkan. Para pengunjung bisa memilih membeli batik karya 18 perancang batik yang ada di Banyuwangi.

Batik yang dijual pun beragam,mulai batik cap hingga batik tulis. Aneka motif asli batik Banyuwangi yang penuh filosofi bisa ditemukan di galeri ini. Gajah Uling,Sekar Jagad Blambangan, Kangkung Setingkes, Paras Gempal, Kopi Pecah, hingga motif Blarak Semplah yang akan menjadi tema Banyuwangi Batik Festival 2019 bisa ditemukan di galeri batik ini.

Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Banyuwangi, Ny Ipuk Fiestiandany Azwar Anas mengatakan galeri ini dibangun pemkab sebagai wadah bagi para pengrajin batik Bumi Blambangan untuk memasarkan karyanya.

“Galeri ini sebagai etalase beragam motif batik Banyuwangi. Para pengunjung bisa melihat dan memilih berbagai batik dan motifnya. Ini salah satu cara kami melestarikan khazanah luhur bangsa,” kata Dani, panggilan akrabnya.

Selain itu, kata Dani, galeri ini juga sebagai alternatif wisata bagi para wisatawan untuk melihat warisan wastra para pengrajin batik Banyuwangi terdahulu. Batik Banyuwangi memiliki 20 motif dasar. 

“Batik kini telah kembali mendapat tempat di era kekinian dan telah menjadi bagian mode yang digandrungi masyarakat. Galeri ini dibuat salah satunya untuk memudahkan wisatawan pecinta busana batik yang ingin membeli batik. Mereka yang tidak sempat mengunjungi workshop pengrajin, bisa membeli batik di sini,” kata Dani.

Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Sih Wahyudi menambahkan, pemerintah membuka galeri ini untuk memberikan ruang kepada Industri Kecil Menengah (IKM), khususnya binaan Disperindag, untuk menunjukkan karyanya. “Mereka kita berikan tempat agar produknya mudah dikenal orang dan gampang dicari orang,” kata Sih.

Di pusat batik ini, kata Sih, telah ada 18 IKM yang tergabung untuk menjual produknya. Di antaranya, The Using, Sekar Kedaton, Pandawa, Pringgo Kusumo, Godho Arum, hingga Srikandi.

Digaleri ini tak hanya dijual kain batik, tapi juga sudah ada baju yang ready to wear. “Bagi pembeli yang ingin memesan motif tertentu, galeri batik ini juga melayani,” pungkas Sih. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Exit mobile version