Minggu, Oktober 27BANYUWANGINET
Shadow

Garda Ampuh! Senyum Anak Putus Sekolah

Garda Ampuh Banyuwangi
Program Garda Ampuh memerdekakan anak dari putus sekolah

Nur Natasya, masih mengenakan seragam sekolah. Dia berdiri di depan pintu rumahnya, di Desa Temurejo, Kecamatan Bangorejo, Banyuwangi. Senyumnya merekah, karena kini dia bisa sekolah kembali.

Nur adalah anak dari keluarga tak mampu. Rumahnya dari bilik bambu dan beralaskan tanah. Anak yang masih berusia 15 tahun itu, tidak bisa melanjutkan ke SMP setelah lulus dari SDN 4 Temurejo karena tidak memiliki biaya.

Nur bahkan harus  hijrah ke Bali untuk bekerja di warung makan. Tapi setelah diketahui oleh Tim Garda Ampuh, Nur dijemput di Bali untuk kembali disekolahkan ke SMPN 3 Bangorejo, dengan semua biaya penunjang dari pemerintah daerah.

Gerakan Daerah Angkat Anak Muda Putus Sekolah (Garda Ampuh) merupakan program dari Dinas Pendidikan Pemkab Banyuwangi, dengan mengintensifkan program pengentasan anak putus sekolah.

Gerakan ini merupakan bagian dari upaya pelaksanaan wajib belajar 12 tahun. Mereka bekerja menjaring dan memburu anak-anak putus sekolah. Tim ini digerakkan Dinas Pendidikan dengan melibatkan sejumlah elemen masyarakat. Mereka bahu-membahu untuk mencari dan mengentaskan anak-anak yang putus sekolah.

Di Banyuwangi biaya dasar sekolah sebenarnya sudah gratis. Tapi dana seperti uang saku, sepatu, tas, atau mungkin biaya transportasi ke sekolah, dan masalah lainnya, biasanya membuat para orangtua tidak mampu seperti orangtua Nur, memilih untuk tidak menyekolahkan anaknya ke tingkat selanjutnya. Masalah-masalah inilah yang harus diselesaikan bersama.

Kini Nur sudah mulai belajar di kelas 7 A SMPN Bangorejo sejak 8 Agustus 2016 lalu. Anak berhijab itu mengaku sangat bergembira bisa kembali bersekolah. ”Saya ingin terus sekolah, kalau bisa sampai kuliah biar nanti bisa bantu orang tua,” kata Nur polos.

Kebahagiaan tidak hanya dialami Nur. Ibunda Nur, Suryanti bergembira anaknya bisa kembali bersekolah. ”Semuanya gratis, mulai biaya sekolah, sepatu, seragam, dan tas,” ujar Suryanti, yang bekerja sebagai buruh tani.

Suryanti mengaku tidak mampu berbuat banyak, ketika anaknya mulai lulus Sekolah Dasar. Pilihannya, membiarkan Nur bekerja di Bali untuk meringankan ekonomi keluarganya.

Selain Nur, di desa itu juga ada anak putus sekolah yang terjaring tim Garda Ampuh, adalah Riki Agus. Riki awalnya sekolah di salah satu MTs yang ada di Kecamatan Muncar. Namun, dia hanya bertahan satu semester. Riki terkendala biaya dan transportasi pergi-pulang dari rumahnya yang cukup jauh dari sekolah. Riki juga sempat bekerja di Bali, tapi kemudian dia ditemukan Tim Garda Ampuh dan dibawa kembali bersekolah di SMPN 3 Bangorejo yang lebih dekat dari rumahnya.

Dia langsung mulai pembelajaran di kelas 7 semester dua sejak enam bulan lalu. Sekarang dia sudah naik ke kelas 8.

”Saya sempat putus asa, tidak tahu harus berbuat apa. Alhamdulillah sekarang kembali sekolah, dan sudah naik kelas,” ujar Riki.

BACA JUGA:

Siswa Asuh Sebaya (SAS): Bersama Teman Kita Bisa!
Terima Kasih Banyuwangi Cerdas!
Program Berbasis Keluarga Bekal Hadapi Tantangan Pandemi

Anak-anak senasib Nur dan Riki meski jumlahnya terus berkurang, tapi masih banyak di Banyuwangi, terutama di desa-desa. Masalah ekonomi yang sering mendasari anak-anak itu putus sekolah. Seperti yang juga dialami Selviana (17). Akibat keterbatasan biaya dia sempat terancam putus sekolah.

Selvi lulus SMP pada Juli 2016 lalu. Selama satu bulan tidak ada kepastian apakah dia melanjutkan sekolah atau tidak. Lagi-lagi karena biaya. Selvi merupakan anak tunggal dari pasangan Alim Susanto dan Jamilah. Hampir lima tahun, sang ayah bekerja sebagai buruh migran di Malaysia.

Ayah Selvi hanya bisa kirim uang ke kampung dalam satu tahun hanya dua hingga tiga kali. Jumlahnya pun tidak seberapa. Hanya kisarannya Rp 500.000 hingga Rp 1 juta. Alim sempat bekerja sebagai buruh cuci motor di Serawak, Malaysia. Itupun kata Selvi, ayahnya sudah pindah kerja.

Selvi selalu bersedih tiap ayahnya telepon menghubungi keluarga. Cerita yang dia dengar dari ayahnya, susah bekerja di Malaysia. Kartu ayahnya untuk bekerja di Malaysia sudah mati. Tiap kali ada operasi dari petugas Malaysia, ayah Selvi harus lari ke hutan untuk menyelamatkan diri. Sehingga Selvi tidak mau menambah beban orangtuanya untuk menuntut bersekolah.

“Saya kangen banget sama bapak. Setiap hari telepon cerita kerja di sana sepi. Kartunya mati, ketika ada grosokan (operasi) polisi, bapak lari ke hutan,” kenang Selvi.

Sedangkan ibunya berjualan warung dari hasil bantuan kelompok PKK di desanya, yang hasilnya tidak seberapa. Selvi dan keluarganya tinggal di gubuk di tanah milik ketua RT-nya. Ketika teman-teman sebayanya sibuk mencari dan mendaftar untuk melanjutkan sekolah, tidak demikian Selvi. Dia hanya bisa pasrah, dan sempat ingin bekerja untuk membantu perekonomian keluarganya. Beberapa kali, Selvi melamar pekerjaan tapi ditolak.

“Lulus SMP saya di rumah saja. Sempat melamar kerja jadi pelayan di toko Rogojampi tapi tidak diterima,” katanya.

Akhirnya, Selvi ditemukan oleh tim Garda Ampuh. Kini dia bisa kembali sekolah di SMA Darussholah di Desa Gumirih, Kecamatan Singojuruh, Banyuwangi.

Selvi ditemukan tim Garda Ampuh secara tidak sengaja. Saat itu, Camat Singojuruh, Nanik Machrufi tengah menindaklanjuti laporan ada seorang nenek yang sakit di wilayahnya. Saat mendatangi rumah itu, Nanik melihat Selvi merawat nenek itu. Ternyata nenek itu adalah nenek Selvi. Nanik pun curiga karena saat itu adalah jam sekolah.

”Setelah saya tanyatakan, ternyata dia tidak mampu melanjutkan karena tidak ada biaya,” kata Nanik.

Lantas, Nanik berkoordinasi dengan kepala sekolah SMA Darussholah. Sekolah yang berkolaborasi dengan pondok pesantren ini memang sejak lama memberi ruang bagi anak yang berasal dari keluarga tidak mampu. Tercatat ada 66 siswa baru di kelas X SMA Darussholah yang merupakan hasil buruan tim Garda Ampuh.

Senyum dan keceriaan anak-anak menikmati bangku sekolah itulah yang terus dicari tim Garda Ampuh. Tim Garda Ampuh juga pernah menemukan dua anak yang belum pernah sekolah, Nur Alfiah Ardina yang telah berusia 9 tahun, dan M Khoirul yang berusia 13 tahun. Kini keduanya telah sekolah SDN Sobo Kecamatan Banyuwangi.

Keduanya berasal dari keluarga nelayan tak mampu di Muncar, Banyuwangi. Sebelumnya keseharian mereka banyak dihabiskan untuk bermain. Lagi-lagi masalah biaya.

Garda Ampuh Jadi Atensi Bupati

Garda Ampuh
Bupati Anas menerima penghargaan salah satunya karena program Garda Ampuh

Pemkab Banyuwangi tidak main-main untuk mengentaskan anak putus sekolah. Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, mengecek betul data-data anak yang telah diangkat kembali untuk sekolah. Seperti Nur Natasya, Bupati Anas tanpa pemberitahuan sebelumnya mendatangi langsung rumah Nur untuk mengetahui apakah data yang diberikan oleh Dinas Pendidikan benar adanya.  Bupati Anas mengecek langsung desa yang terletak di paling ujung itu. Pengcekan ini dilakukan untuk apakah benar dinas bergerak dengan baik.

Garda Ampuh dilaunching bertepatan peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas).  Tujuannya, mencari dan membawa anak putus sekolah, untuk kembali ke bersekolah. Sebenarnya latar belakang anak berhenti sekolah berbagai macam, bukan hanya soal ekonomi. Ini karena biaya dasar pendidikan sudah gratis. Bisa juga karena faktor kultural. Ada juga yang karena permasalahan keluarga atau broken home akhirnya mereka berontak dan tak mau sekolah.

Di Garda Ampuh, ada tim yang bekerja telah mendata anak putus sekolah itu. Mereka ditangani, hingga mereka tuntas sekolah. Targetnya menempuh pendidikan 12 tahun. Mereka yang putus sekolah sudah terdata by name by addres, sehingga memudahkan pemerintah daerah saat melakukan penanganan. Dengan data yang detail, memudahkan untuk mengintervensi mereka yang putus sekolah.

Dengan mengetahui alamatnya, mereka akan bisa langsung ditangani di sekolah terdekat dengan lokasi rumahnya. Di data itu juga ada jenjang pendidikan terakhir yang dienyamnya, maka akan disesuaikan pendidikan lanjutnya. Mereka akan kami ajak menyelesaikan sekolah secara formal, ataupun bisa saja informal dan paket-paket, sesuai waktu, usia, dan kapasitas mereka.

Anggaran yang disediakan Pemkab untuk program ini sebesar Rp 3,33 miliar pada tahun 2016. Angka ini meningkat dibanding tahun 2015 yang jumlahnya Rp 855 juta. Beasiswa ini tidak diberikan secara tunai kepada tiap anak, melainkan diberikan ke sekolah-sekolah yang menjadi tempat belajar mereka.

Garda Ampuh merupakan program bagian dari UGD Penanganan Kemiskinan yang tengah dikembangkan Pemkab Banyuwangi. UGD Penanganan Kemiskinan, lanjut dia, tidak hanya berkutat pada penanganan ekonomi masyarakat, namun juga menyasar pada bidang pendidikan dan kesehatan. Perbaikan pendidikan juga bagian penting dari cara mengentaskan kemiskinan warga. Ini merupakan cara revolusi daerah dalam upaya menuntaskan pendidikan 12 tahun bagi warga di Banyuwangi.

Mekanisme penuntasan anak-anak ini, ada tiga skema. Skema pertama, anak yang ditemukan drop out sesuai usianya, misalnya saat kelas III atau IV SD langsung dikembalikan ke sekolah normal. Skema kedua, jika ditemukan putusanya dikelas VI tidak perlu dikembalikan, tetapi langsung ikut ujian akhir dengan diberi modul sebagai bahan mengerjakan ujian.

Ketiga, jika ditemukan sudah lewat usianya, bisa diikut program paket. Apabila masih setingkat SD, bisa ikut kejar paket A, untuk SMP paket B dan SMA paket C. Sebelum ikut ujian kejar paket, mereka akan diberi pembelajaran dengan crash program atau belajar yang dipadatkan.

Untuk kasus-kasus penuntasan ini jika tidak memungkinkan skenaro I, II dan III, pemerintah masih memberikan pilihan  dengan memberikan  program pendidikan wirausaha. Misalnya seperti pelatihan pengasuh bayi, kerajinan bersinergi dengan dinas terkait, ataupun ketrampilan lain untuk bekal hidupnya kelak.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *